Tentang
Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
(PBB)
Zulfahmi ( 18911 )
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri
Padang
2012
KATA
PENGANTAR
ASSALAMUALAIKUM WR.WB
Pertama-tama kami panjatkan puji
syukur kehadirat ALLAH SWT atas izinnya maka terselesaikanlah tugas makalah
ini. Adapun dalam tugas makalah ini kami mengambil pembahasan tentang Pajak
Bumi dan Bangunan. Dalam menyusun makalah ini kami mendapatkan sumber data dari
buku tentang perpajakan. Makalah ini menjelaskan tentang Pajak Bumi dan
Bangunan, diantaranya objek pajak, subjek pajak, dan tarif pajak.
Dengan demikian , Semoga
pembahasan yang kami buat dapat membantu pembaca untuk mengetahuai apa yang
dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan.Dan dapat menambah pengetahuan pembaca
tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Padang,
7 Juli 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Pajak
merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan
pajak tersebut menjadi prioritas bagi pemerintah. Ada berbagai jenis pajak yang
dikenakan kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya Pajak Bumi dan
Bangunan merupakan jenis-jenis pajak sangat potensil dan strategis sebagai
sumber penghasilan Negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor
pemasukan bagi Negara yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan
negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Strategisnya
Pajak Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh
bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).Penyediaan kebutuhan seperti jalan, taman, sarana pelayanan umum lainnya
memerlukan biaya yang dipungut dari warga negara/ masyarakat yang memanfaatkan
dalam bentuk pajak. Pajak mempunyai fungsi antara lain untuk:1. Penerimaan
negara dalam rangka membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah2.
Pemerataan pendapatan masyarakat;3. Stabilitas ekonomi (misalnya pengendalian
inflasi) dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi
objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan, sehingga hal ini
tidak jauh berbeda dengan Ipeda. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan dan
tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah, perairan,
pendalaman serta laut wilayah Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan
bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan-perairan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan
Secara umum latar belakang sejarah
ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa
penjajahan, dan masa kemerdekaan. Pada masa sebelum penjajahan, pajak atas
tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu berkuasa di Nusantara
dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar di masa lalu, Mataram, dalam
sejarah disebutkan telah menerapkan tanah pertanian sebagai objek pajak. Saat
itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di Jawa, di kerajaan Aceh
dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal dengan istilah wase tanah
disamping pungutan-pungutan lainnya.
Pada masa penjajahan, dikenal adanya
jenis pajak bumi yang disebut Land Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir
Stanford Rafles, seorang Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811
sampai dengan tahun 1816. Land Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah
produktif dan wajib pajaknya adalah desa (kepala desa) bukan perseorangan,
karena para kepala desa dianggap sebagai penyewa yang harus membayar sewa
tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi antara 20% hingga 50% dari hasil
produksi pertanian tergantung pada jenis produksinya. Pada masa penjajahan
Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap dipertahankan dengan mengganti
namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif juga diubah menjadi 20% dari
produksi pertanian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia
(1942-1945), nama Land Rent atau Landrente diubah menjadi Land Tax. Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land Tax atau pajak tanah
disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai dengan 1959 nama jawatan
pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia
(PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan mengeluarkan surat pendaftaran
sementara bagi tanahtanah milik yang terdaftar.
Dengan berlakunya Undang-undang
Nomor 11 Prp Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi, terhadap tanah yang tunduk
kepada hukum adat dipungut pajak yang dikenal sebagai Iuran Pembangunan Daerah
(Ipeda). Selain Ipeda, pada masa itu dipungut pula 6 (enam) pajak kekayaan dan
pungutan lain atas tanah dan bangunan yang menimbulkan tumpan tindih antara
satu pajak dengan pajak lainnya dan menyebabkan adanya beban pajak berganda
bagi masyarakat. Dengan adanya reformasi perpajakan pertama yang dimulai pada
tahun 1983, antara lain dengan penyederhanaan jumlah dan jenis pajak atas tanah
dan bangunan melalui pengundangan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, maka 7
(tujuh) jenis pajak kebendaan dan kekayaan atas tanah dan bangunan
disederhanakan mejadi PBB.
2. Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau
Bangunan”:
- Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
- Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB
adalah objek yang :
- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
- Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
- Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
- Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
3.Subjek Pajak
( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985
danUU No.12 Tahun 1994 ) Subjek Pajak adalah orang pribadi
atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak.
Dalam pasal 2
UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan secara jelas tentang Subyek Pajak :Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak
luar negeri.
Subjek Pajak dalam negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
- badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak luar negeri adalah:
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Pendaftaran Dan Pendataan Objek Pajak
Pendaftaran
Objek dan Subjek PBB
Orang atau Badan
yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor
Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan
PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
Pendaftaran
objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi
formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan
dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan atau tempat yang
ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti
pendukung seperti :
- sketsa/denah objek pajak;
- fotokopi KTP dan NPWP;
- fotokopi sertifikat tanah;
- fotokopi akta jual beli;
- atau bukti pendukung lainnya.
Formulir
SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau tempat
lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung.
Cara
Mendaftarkan Objek PBB
1.Orang
atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor
Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
2.
Mendaftarkan objek tanah dan atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP).3. Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan sesuai
kondisi objek pajak seperti luas tanah maupun luas bangunan serta komponen utama
dan pendukung bangunan serta fasilitas lainnya.4. Menyerahkan SPOP ke KPBB
(Kantor Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak
berada.
Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan
dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir SPOP dan
dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan.
Pendataan dapat dilakukan dengan
cara:
- Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP:
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta,
daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
- Identifikasi Objek Paja
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto
yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data
administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
- Verifikasi Objek Pajak
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang
dapat menentukan posisi relatif OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga
tahun terakhir secara lengkap.
- Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan
dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan
posisi relatif OP.
5.
Cara Menghitung
PBB
Ăź Tarif PBB
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima
persepuluh persen).
Ăź NJOP
Sebelum menghitung besarnya pajak bumi dan
bangunan kita harus tahu dulu dasar pengenaan PBB. Dasar pengenaan PBB adalah
Nilai Jual Objek Pajak(NJOP). NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan Kepusan
Menteri Keuangan. Walaupun sebenarnya yang menetapkannya adalah walikota atau
bupati.
Hal – hal yang diperhatikan dalam
penetapan NJOP adalah:
- harga rata – rata yang diperbolehkan dari transaksi jual – beli yang terjadi secara wajar.
- perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diletahui nilai jualnya.
- nilai perolehan baru
- penentuan NJOP pengganti.
Ăź NJKP
Selain NJOP dalam perhitungan PBB juga perlu
diketahui Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak(NJOPTKP). NJOPTKP adalah
batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang tidak kena pajak. Fungsinya seperti
pada PTKP(Penghasilan Tidak Kena Pajak) pada perhitungan pajak orang pribadi. Besar dari NJOPTKP
berbeda tiap daerah kabupaten/kota, paling tinggi adalah Rp 12.000.000,- .
Hal – hal yang diperhatikan dalam penetapan
NJOPTKP adalah:
- Setiap wajib pajak memperolah pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak
- Apabila WP mempunyai beberapa objek pajak maka mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bias digabungkan dengan Objek Pajak lainnya
Setelah tahu besar NJOP dan NJOPTKP maka kita
tahu besar dari besar pengenaan PBB yaitu NJOP dikurangi dengan NJOPTKP yang
hasilnya disebut dengan NJKP(Nilai Jual Kena Pajak).
Persentase NJKP adalah sebagai berikut:
- Objek Pajak Perkebunan adalah 40%
- Objek Pajak Kehutanan adalah 40%
- Objek Pajak Pertambangan adalah 40%
- Objek Pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) adalah
- Apabila NJOP ≥ Rp 1.000.000.000,- adalah 40%
- Apabila NJOP ≤ Rp 1.000.000.000,- adalah 20%
Ăź Rumus
menghitung PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
- Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
- = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
- = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
- Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
- = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
- = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
TAHUN PAJAK,
SAAT DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG
a. Tahun Pajak dalam PBB adalah jangka waktu
satu tahun takwim (kalender) yang dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31
Desember
b. Saat yang menentukan pajak yang terutang
adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari
Perubahan
objek pajak setelah tanggal 1 Januari, baik penambahan ataupun pengurangan
tidak mempengaruhi besarnya pajak yang terutang untuk tahun yang bersangkutan
c. Tempat pajak terutang
1.Untuk Daerah Jakarta, di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta
2.Untuk Kotamadya Batam, di wilayah Propinsi
tingkat I Riau
3.Untuk daerah lainnya, di wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II atau Kotamadya Daerah Tingkat II
Contoh
a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2002
adalah berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 7 Januari 2002 bangunannya
terbakar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari 2002, yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
b. Objek pajak pada tanggal 1 januari 2003
adalah berupa sebidang tanah. Pada tanggal 10 April 2003 telah didirikan
bangunan. Pajak terutang untuk tahun 2003 tetap dikenakan berdasarkan keadaan
pada tanggal 1 Januari 2003.
TARIF DAN
DASAR PERHITUNGAN PBB
1. Dasar Pengenaan pajak adalah NJOP
2. Tarif PBB adalah 0,5%
3. Pajak Bumi dan Bangunan terutang = tarif PBB x NJKP
4. NJKP = %NJKP x NJOP Untuk Perhitungan Pajak
5. NJOP untuk perhitungan pajak =NJOP - NJOP
Tidak Kena Pajak
PERHITUNGAN
PBB TERUTANG
NJOP Rp xxxxxxxx
NJOP Tidak
Kena Pajak/NJOPTKP Rp xxxxxxxx -
NJOP Untuk
Perhitungan Pajak = Rp xxxxxxxx
NJKP =
(% NJKP x
NJOP untuk perhitungan pajak) Rp xxxxxxxx
PBB terutang
= 0,5% x NJKP Rp xxxxxxxx
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan
bagi Negara yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika
dibandingkan dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Menurut Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak
bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan, sehingga hal ini tidak jauh
berbeda dengan Ipeda.
Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi
menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa
kemerdekaan. Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Subjek Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata. Wajib Pajak adalah Subjek
Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Orang atau Badan yang menjadi Subjek
PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor
Penyuluhan Pajak. Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan
menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah
administrasi desa/kelurahan. Cara Menghitung PBB terdiri dari mencari NJOP dan
NJKP.
DAFTAR PUSTAKA
Tanjung Mirna Dra.Ms.2003.Buku Ajar
Perpajakan.
UNP , Padang