MAKALAH
EKONOMI
INTERNASIONAL
KEBIJAKAN
IMPOR INDONESIA
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Akhir
Dalam Mengikuti Ujian Semester Pada
Mata Kuliah Ekonomi Internasional
Di Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang
OLEH
ZULFAHMI
NIM
: 18911
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
ucapkan kepada Allah SWT atas dengan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kebijakan Impor Indonesia”. Kemudian salawat dan salam penulis
sampaikan untuk Nabi besar Muhammad SAW yang telah banayak memberikan contoh
tauladan bagi umatnya.
Makalah ini berisikan
tentang informasi kebijakan impor di Indonesia serta pelaku dan jenis barang
yang dikenakan pajak impor. Makalah ini merupakan tugas akhir dari mata kuliah
Ekonomi Internasional.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik
Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini sangat penulis harapkan.
Padang, 15 Mei 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kebijakan Perdagangan internasional adalah suatu aturan yang dibentuk oleh badan badan tertentu dalam melakukan perdagangan dunia yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di
banyak negara, perdagangan Internasional menjadi salah
satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Di Indonesia perdagangan Internasional juga terjalin
dengan negara negara luar termasuk yang satu
kawasan dengan Indonesia.
1.
Apa yang dimaksud dengan impor ?
2.
Apa yang dimaksud dengan kebijakan impor
?
3.
Apa saja produk impor?
4.
Kondisi impor beras di Indonesia?
1. Mengetahui
pengertian impor
2. Mengetahui
kebijakan-kebijakan impor
3. Mengetahui
apa saja produk-produk impor
4. Menjelaskan
kondisi impor beras di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Kegiatan menjual barang atau jasa ke
negara lain disebut ekspor,
sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan
menghasilkan devisa bagi negara. Devisa
merupakan masuknya uang asing kenegara kita yang dapat digunakan untuk membayar
pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri.
Kegiatan impor dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak
dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi tidak dapat
mencukupi kebutuhan rakyat.
Untuk melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman
produk sejenis yang diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara
biasanya akan menerapkan atau mangeluarkan suatu kebijakan perdagangan
internasional di bidang impor . kebijhakan ini, secara langsung maupun tidak
langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha
untuk mendorong / melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan
penghematan devisa negara.
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff
barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier).
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu
kebijakan proteksionis terhadap barang – barang produksi dalam negeri dari
ancaman membanjirnya barang – barang sejenis yang diimpor dari luar negeri,
dengan cara menarik / mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor
yang masuk untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri.
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah
berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan
distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Dr. Hamdy Hady).
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff
barrier) sebagai berikut :
1. Pembatasan spesifik (specific limitation) :
a. Larangan impor secara mutlak
b. Pembatasan impor (quota system)
Kuota adalah pembatasan fisik secara
kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran
barang (kuota ekspor) dari / ke suatu negara untuk melindungi kepentingan
industri dan konsumen.
c. Peraturan atau ketentuan teknis
untuk impor produk tertentu
d. Peraturan kesehatan / karantina
e. Peraturan pertahanan dan keamanan
negara
f. Peraturan kebudayaan
g. Perizinan impor (import
licence)
h. Embargo
i. Hambatan pemasaran / marketing
2. Peraturan bea cukai (customs
administration rules)
a. Tatalaksana impor tertentu (procedure)
b.
Penetapan harga pabean
c.
Penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex
control)
d.
Consulat formalities
e.
Packaging / labelling regulations
f.
Documentation needed
g.
Quality and testing standard
h.
Pungutan administasi (fees)
i.
Tariff classification
3. Partisipasi pemerintah (government
participation)
a. Kebijakan pengadaan pemerintah
b. Subsidi dan insentif ekspor
Subsidi
adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada
indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak,
fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain – lain.
c. Countervaling
duties
d. Domestic
assistance programs
e. Trade-diverting
4. Import
charges
a. Import
deposits
b. Supplementary
duties
c. Variable
levies
Indonesia mengimpor barang-barang konsumsi bahan baku dan
bahan penolong serta bahan modal. Barang-barang konsumsi merupakan
barang-barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,seperti
makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging. Bahan baku dan bahan
penolong merupakan barang- barang yang diperlukan untuk kegiatan industri baik
sebagai bahan baku maupun bahan pendukung, seperti kertas, bahan-bahan kimia,
obat-obatan dan kendaraan bermotor.
Barang modal adalah barang yang digunakan untuk
modal usaha seperti mesin, suku cadang, komputer, pesawat terbang, dan
alat-alat berat. Produk impor Indonesia yang berupa hasil pertanian,
antara lain, beras, terigu, kacang kedelai dan buah-buahan. Produk impor
Indonesia yang berupa hasil peternakan antara lain daging dan susu.
Produk impor Indonesia yang berupa hasil pertambangan antara
lain adalah minyak bumi dan gas, produk impor Indonesia yang berupa barng
industri antara lain adalah barang-barang elektronik, bahan kimia, kendaraan.
dalam bidang jasa indonesia mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri.
Indonesia
merupakan Negara yang sebagian besar masyarakatnya bertopang pada sektor
pertanian sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, petani Indonesia bukanlah
merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka merupakan
orang-orang yang masih miskin dan terpinggirkan. Mereka sering dirugikan oleh
masalah kebijakan perberasan yang dilakukan oleh pemerintah. Belum lagi masalah
sosial ekonomi lain yang mereka hadapi sebagai petani. Permasalahan beras dan
petani menjadi sebuah ironi bagi negeri ini. Sebuah ironi karena negara ini
merupakan negara peghasil beras, akan tetapi melakukan impor beras dalam jumlah
yang tidak sedikit. Pada umumnya sebagian masyarakat menganggap bahwa impor
beras dipicu oleh produksi atau suplai beras dalam negeri yang tidak mencukupi.
Akan tetapi, pada kenyataannya impor beras dilakukan ketika data statistik
menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus beras. Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam Angka Ramalan II (ARAM II) memperkirakan produksi padi pada tahun
2011 mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 2,4 persen
dibandingkan tahun 2010. Jika dikonversi ke beras, artinya pada
tahun ini produksi beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Apabila
dibandingkan dengan konsumsi beras Indonesia sebanyak 34 juta ton per tahun,
Indonesia sedang mengalami surplus beras sebanyak kurang lebih 4 juta ton
beras. Jadi, mengapa pemerintah masih melakukan impor beras pada tahun ini ?
Kebijakan usaha pertanian di Indonesia
Menurut Surono
(2001), berbagai kebijakan dalam usaha pertanian (beras) yang telah ditempuh
pemerintah pada dasarnya kurang berpihak kepada kepentingan petani. Pertama,
terdapat kebijakan tariff impor yang sangat rendah sehingga mendorong semakin
mudahnya beras impor masuk dan melebihi kebutuhan dalam negeri. Kedua,
penghapuan subsidi pupuk yang merupakan sarana produksi utama petani dapat
mengurangi produktifitas petani. Selajutnya, teknologi yang dimiliki petani Indonesia
juga sudah jauh tertinggal sehingga kualitas beras yang dihasilkan pada umumnya
kalah dengan kualitas beras impor.
Kebijakan impor beras dari tahun ke
tahun
Tahun 1998
Pada tahun
1998, terdapat kebijakan tarif impor nol persen. Kebijakan ini dilakukan karena
kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan
keadaan iklim yang tidak mendukung produksi gabah.
Tahun 2000
Pada tahun
2000, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan poteksi terhadap pertanian padi
nasional. Kebijakan tariff nol persen pun dihapuskan. Hal ini dikarenakan impor
beras dari Negara asing makin membanjiri pasar domestik Indonesia semenjak
diberlakukannya Perjanjian Pertanian Organisasi Perdagangan Dunia (Agreemet of
Agriculture, World Trade Organization) pada tahun 1995. Akhirnya kebijakan
proteksi berupa tariff ad-valorem sebesar 30 persen ditetapkan. Selain
kebijakan tariff, terdapat juga kebijakan proteksi non-tarrif. Pada saat itu,
kedua kebijakan proteksi, yaitu tariff dan non tariff berjalan sangat efektif.
Petani lokal sangat terlindungi serta harga beras cenderung stabil. Akan
tetapi, kebijakan proteksi seperti ini sudah tidak relevan lagi jika diterapkan
sekarang. Saat ini kebijakan tersebut memang sudah tidak populer dan sudah
sangat jarang dipakai oleh Negara-negara di dunia. Hal ini dikarenakan
globalisasi yang semakin memaksa Negara-negara untuk terbuka terhadap Negara
lain. Kalaupun Negara Indonesia menerapkan tariff terhadap impor beras, tariff
itu sangatlah rendah sehingga harga beras impor menjadi lebih murah dari beras
lokal. Dengan kualitas beras impor yang berada di atas kualitas
beras lokal, beras lokal pun menjadi kalah saing dengan beras impor.
Tahun 2011
Berdasarkan
data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus. Tetapi sejak
tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan. Sampai Juli 2011,
Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta
ton.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling banyak berasal
dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta. Sementara beras
impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai US$ 364,1 juta
hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah juga mengimpor beras
dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.
Mengapa Impor
Pertama, bulog
mengklaim bahwa mereka mengimpor dengan tujuan mengamankan stok beras dalam
negeri. Bulog berargumen bahwa data produksi oleh BPS tidak bisa dijadikan
pijakan sepenuhnya. Perhitungan produksi beras yang merupakan kerjasama antara
BPS dan Kementrian Pertanian ini masih diragukan keakuratannya, terutama metode
perhitungan luas panen yang dilakukan oleh Dinas Pertanian yang megandalkan
metode pandangan mata.
Selanjutnya,
data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat. Data ini
kemungkinan besar merupakan data yang underestimate atau overestimate.
Angka konsumsi beras sebesar 139 kg/kapita/tahun sebenarnya bukan angka resmi
dari BPS. Jika merujuk pada data BPS yang didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS), konsumsi beras pada tahun ini mencapai 102 kg/kapita/tahun.
Angka ini underestimate, karena SUSENAS memang tidak dirancang untuk
menghitung nilai konsumsi beras nasional.
Sebenarnya
kebijakan impor beras ini juga bisa menjadi tantangan tersendiri bagi petani
untuk meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para petani dituntut untuk
berproduksi bukan hanya mengandalkan kuantitas tetapi juga kualitas. Tentunya hal
ini sedikit sulit terjadi tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Hal ini
dikarenakan petani lokal relatif tertinggal dari petani luar negeri terutama
dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi kepastian jaminan pasar
sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam komoditas tanaman pangan.
Mengapa Tidak Impor
Kebijakan yang
dipilih pemerintah untuk membuka kran Impor juga mendatangkan kontra. Pada satu
sisi, keputusan importasi beras tersebut berlangsung ketika terjadi kenaikan
harga beras saat ini. Selain itu, produksi padi dalam negeri dinyatakan cukup,
dan masa panen masih berlangsung di banyak tempat. Bahkan berdasarkan Angka
Ramalan (ARAM) II yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi
nasional tahun ini diperkirakan mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling,
meningkat 1,59 juta ton (2,40%) dibandingkan tahun 2010 lalu. Kenaikan produksi
diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 313,15 ribu hektar
(2,36%), dan produktivitas sebesar 0,02 kuintal per hektar (0,04%). Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian,
terdapat tiga provinsi yang mencatat surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Selatan. Surplus yang tejadi pada beberapa daerah ini
tentunya dapat dijadikan cadangan oleh Bulog dan untuk didistribusikan ke
daerah lain yang mengalami defisit. Selanjutnya,
impor beras yang terjadi di tengah produksi berlebih menurut data BPS sekarang
ini memiliki dampak negatif yang panjang, seperti berkurangnya devisa negara,
disinsentif terhadap petani, serta hilangnya sumber daya yang telah terpakai
dan beras yang tidak dikonsumsi dan terserap oleh bulog.
BAB III
PENUTUP
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas
dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses
perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau
komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan
campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima.
Kebijakan membuka
kran impor yang dilakukan oleh pemerintah ketika data menunjukkan bahwa
Indonesia sedang mengalami surplus beras memang mendatangkan pro dan kontra.
Untuk mengamankan stok beras, seharusnya Bulog melakukan manajemen stok yang
lebih baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari para petani lokal.
Hal ini selain dapat mengamankan stok beras juga dapat menghasilkan pendapatan
bagi petani sehingga kesejahteraan petani dapat naik. Bulog harus lebih agresif
menyerap gabah dari petani agar mereka tidak dirugikan.
Pemerintah
diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk menstabilkan harga. Hal ini
tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok yang baik. Pemerintah harus
berkomitmen kuat mengatasi segala persoalan perberasan nasional secara
komprehensif dari hulu ke hilir agar tidak harus selalu bergantung pada impor.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
http://saharpova0487.blogspot.com/2010/10/hambatan-tarif-dan-non-tarif.html
DAFTAR
ISI
1 komentar:
Dear Staff Export
Saya dari PT Tiga Sekawan Sukses Ekspress ingin memperkenalkan service yang kami miliki yaitu pengiriman Export/Import barang :
General Cargo
Dangerous Goods/Chemical, dan
Perishable
Dengan AirFreight Ke mancanegara dengan cepat , aman , nyaman, dan dapat bersaing harga. Kami merupakan TOP Agent dan direct semua Airlines dan dapat dijadikan rekanan oleh Freight Forwading untuk bekerja sama dalam proses pengiriman.
Mengenai price list kami berdasarkan case by case tujuan, berat dan barang yg dikirim ,
Untuk perbandingan dengan yang sudah ada, ataupun pertanyaan jangan ragu menghubungi saya untuk mengecheck Rate yang dibutuhkan baik via Udara.
Kami sangat mengharapkan dan menunggu kabar baiknya.
Atas perhatian dan kerja samanya saya ucapkan terimakasih.
Thank You
--
NOTE :
Following to the release of MOF Regulation No. 38/PMK.011/2013, PT Tiga Sekawan Sukses Ekspres will be in compliance with the Indonesia regulation,
The Value Added Tax (VAT) will be levied effective from January 01, 2016.
1. All freight components will be charged VAT 1%.
===============================
Best Regards,
Feri
(Airfreight International)
PT TIGA SEKAWAN SUKSES EKSPRESS
Komplek Puri Delta Mas Blok D1-3
Jalan Bandengan Selatan Raya no 43
Tel : 62-21 66692366 (hunting)
Fax : 62-21 66692602/466/477
mobile : 087808065341
Email : ferian@three-ss.com
Posting Komentar